PENTINGNYA FORUM PERLINDUNGAN DAN ADVOKASI SOSIAL
PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA (FPASPPN)
DI JAWA TIMUR
A. Sekilas
Masalah Napza
Fungsionaris FPASPPN Jatim bersama dengan Direktur RSKP Napza Kemensos RI, Kepala Dinas Sosial Provinsi Jatim, dan Fungsionaris FPASPPN Jawa Barat |
Menurut Sekretaris Jenderal Badan Narkotika Nasional (BNN)
Inspektur Jenderal Bambang Abimanyu mengatakan, sebanyak 2 (dua) persen penduduk Indonesia atau 3,6 juta jiwa diketahui sebagai pengguna NAPZA. Jumlah ini diperkirakan masih di luar angka yang tidak terpantau BNN secara riil. “Provinsi Jawa Timur paling banyak di Indonesia”, katanya (Tempo, 26-4-2010). Belum lagi dari trend NAPZA yang beredar dan dikonsumsi oleh pengguna sudah sangat beranekaragam, hal ini sungguh sangat memprihatinkan. Salah satu dampak buruk ikutan yang sangat dikhawatirkan adalah masalah penyebaran virus HIV/AIDS yang diakibatkan penggunaan jarum suntik secara bergilir pada IDUs (Injection Drugs Users). Titik nadir yang paling mengkhawatirkan bangsa ini adalah sosial cost yang ditimbulkan sangat besar, termasuk hilangnya satu generasi (the lost generation).
Inspektur Jenderal Bambang Abimanyu mengatakan, sebanyak 2 (dua) persen penduduk Indonesia atau 3,6 juta jiwa diketahui sebagai pengguna NAPZA. Jumlah ini diperkirakan masih di luar angka yang tidak terpantau BNN secara riil. “Provinsi Jawa Timur paling banyak di Indonesia”, katanya (Tempo, 26-4-2010). Belum lagi dari trend NAPZA yang beredar dan dikonsumsi oleh pengguna sudah sangat beranekaragam, hal ini sungguh sangat memprihatinkan. Salah satu dampak buruk ikutan yang sangat dikhawatirkan adalah masalah penyebaran virus HIV/AIDS yang diakibatkan penggunaan jarum suntik secara bergilir pada IDUs (Injection Drugs Users). Titik nadir yang paling mengkhawatirkan bangsa ini adalah sosial cost yang ditimbulkan sangat besar, termasuk hilangnya satu generasi (the lost generation).
Mengingat begitu berbahayanya dampak yang ditimbulkan, maka
sudah seharusnya dilakukan upaya penanggulangan. Menjadi tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat dalam memberikan pelayanan sosial bagi para korban
penyalahgunaan NAPZA agar para pecandu mendapatkan jaminan perlindungan dan
advokasi sebagai pemenuhan hak-hak mereka.
Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Departemen Sosial RI adalah salah satu lembaga pemerintah yang memiliki tugas
dan fungsi dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan di bidang pelayanan dan
rehabilitasi sosial. Melalui Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan NAPZA Kemensos RI yang dipimpin oleh Drs.
Max H. Tuapattimain, M.Si. selaku Direktur yang membidangi masalah pelayanan
dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA telah merumuskan,
menetapkan dan melaksanakan berbagai kebijakan program kegiatan yang telah dan
akan dilaksanakan dalam mengantisipasi permasalahan penyalahgunaan NAPZA,
salah-satunya Forum Perlindungan dan Advokasi Sosial Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA (FPASPPN).
B. Latar
Belakang Pentingnya FPASPPN
Pergeseran paradigma pelayanan sosial dari
karitas kepada pemenuhan hak dasar, mengandung pengertian bahwa pelayanan
sosial diselenggarakan dalam rangka pemenuhan HAM bagi setiap warga Negara.
Undang-undang no. 5 tahun 1997 tentang psikotropika dan Undang-undang no.35
tahun 2009 tentang narkotika menetapkan bahwa penyalahguna NAPZA perlu
dipulihkan ketergantungannya baik secara fisik, mental, sosial maupun
vocational serta wajib direhabilitasi baik rehabilitasi medis maupun sosial, di
lembaga pemerintah maupun swasta. Secara umum, setiap warga Negara mendapat
jaminan perlindungan sosial dari Negara dalam perspektif kelembagaan yang
dikuatkan dengan UUD 1945.
Persoalannya kemudian, kewajiban tersebut belum sepenuhnya
dapat direalisasikan melalui program pelayanan yang dapat diakses secara
cuma-cuma oleh para penyalahguna yang kemampuan finansial keluarganya mayoritas
semakin lama semakin melemah. Pelayanan kesehatan maupun rehabilitasi sosial
yang gratis relatif masih sangat terbatas, belum sepadan dengan jumlah korban.
Di Jawa Timur, jika mengikuti prediksi BNN dimana 2 persen penduduk diduga
menyalahgunakan NAPZA, maka dari 35 juta populasi, 700 ribu jiwa diantaranya
adalah korban penyalahguna NAPZA, tidak termasuk hidden population.
Undang-undang tersebut juga memiliki persoalan yang
menyangkut status hukum para korban yang dikatagorikan sebagai pelaku tindak
pidana. Persoalan ini mengakibatkan korban penyalahguna sulit dijangkau
sehingga menjadi dark population, populasi yang sulit untuk
diketahui dengan pasti. Sanksi hukum yang kemungkinan dihadapi, menjadi
penghalang bagi mereka untuk memanfaatkan pelayanan sosial yang tersedia.
Perundang-undangan serta pelayanan sosial bagi korban
penyalahguna NAPZA yang belum sepenuhnya berpihak pada mereka, berdampak pada
belum optimalnya pencapaian tujuan pemulihan yang menjadi factor penghambat
bagi tercapainya kinerja pihak-pihak yang bekerja di bidang rehabilitasi. Para
petugas yang melaksanakan pemulihan fungsi sosial, sering berhadapan dengan
aparat penegak hukum yang ambivalen, antara kepentingan hukum dan penegakan
hak-hak korban penyalahguna NAPZA. Demikian pula keadaannya di Provinsi Jawa
Timur.
Maka, untuk menyelaraskan antara kepentingan penegakan hukum
dan kepentingan perlindungan terhadap hak-hak korban penyalahguna NAPZA,
demikian juga lingkungan sosial perlu mendapat perlindungan untuk menjamin
eksistensi mereka, termasuk lembaga dan para praktisi yang menangani korban
penyalahgunaan NAPZA, maka diperlukan sebuah forum perlindungan dan advokasi
dengan personil dari latar belakang beragam. Dengan tujuan agar upaya
perlindungan dan advokasi akan lebih kuat dan komprehensif.
C. Pengertian
Perlindungan dan advokasi sosial dalam perspektif pelayanan
dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA dapat dimaknai sebagai
upaya untuk memberikan muatan pelayanan yang lebih komprehensif sebagaimana
tuntutan paradigma baru pelayanan sosial saat ini yang menekankan pada
pentingnya perlindungan sosial. Sedangkan advokasi sosial dilakukan tidak
terlepas dari upaya untuk memberikan dukungan dan penguatan terhadap upaya
perlindungan sosial itu sendiri. Jadi perlindungan sosial adalah sebuah upaya
yang dirancang oleh pemerintah dan masyarakat untuk melindungi warganya dari
terpaan berbagai resiko yang dapat menurunkan derajat kesejahteraan mereka.
Perlindungan sosial secara substansi dipahami sebagai:
1. Upaya yang sistematis
dalam menjamin terpenuhinya hak-hak target pelayanan dan rehabilitasi sosial
korban penyalahguna NAPZA sehingga dapat terhindar dari berbagai gangguan dan
resiko yang dapat menghambat proses dan tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial
itu sendiri.
2. Perlindungan sosial
memberikan landasan dan alasan yang kuat bahwa pelayanan dan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA tidak dapat dilakukan sembarangan tanpa
dilandasi oleh adanya tanggung jawab profesional, baik secara moral, politik,
maupun sosial terhadap sasaran pelayanan dengan menjamin HAM dan
prinsip-prinsip pelayanan secara mendasar.
3. Perlindungan sosial
juga dapat mendorong tumbuh-kembangnya kesadaran target pelayanan dan
rehabilitasi sosial penyalahguna NAPZA akan hak-hak yang menjadi miliknya agar
dapat memberikan kegunaan dan manfaat sesuai dengan tujuan pelayanan dan
rehabilitasi.
Pada sisi lain, walaupun pada awalnya istilah ini diadopsi
dari bidang hukum, namun untuk mendukung dan memperkuat upaya perlindungan
sosial, menjadikannya piranti penting untuk dipayakan. Advokasi sosial bagi
penyalahguna NAPZA dilaksanakan agar berbagai pihak, sistem atau kelembagaan
responsif terhadap kepentingan-kepentingan korban penyalahgunaan NAPZA dalam
upaya pemulihan. Advokasi dimaksudkan:
1. Membantu penyalahguna
NAPZA memperoleh hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan dan sumber daya dan
pendampingan dalam rangka pemulihan, kasus yang melanggar hukum serta
mempengaruhi pembuat kebijakan untuk merubah atau membuat kebijakan yang
berpihak pada mereka
2. Menciptakan suatu
lingkungan sosial yang mendukung pasca pemulihan seperti mengupayakan
penerimaan terhadap mereka di keluarga, masyarakat, organisasi-organisasi
sosial, sekolah dan dunia kerja.
3. Mengupayakan korban
penyalahguna NAPZA mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan melindungi mereka
dari salah perlakukan (malpraktek).
Maka advokasi sosial merupakan upaya pembelaan,
pendampingan, pemihakan serta mewakili kepentingan sasaran pelayanan sesuai
dengan hak-haknya. Dengan upaya ini maka diharapkan hak-hak sasaran pelayanan
dapat terlindungi secara baik dan pada akhirnya dapat mendukung terwujudnya
tujuan pelayanan sosial itu sendiri.
Secara garis besar seting advokasi sosial dapat dilihat dari
3 (tiga) level, yaitu mikro (individual), mezzo (kelompok atau masyarakat) dan
makro (kebijakan). Idealnya, para penyelenggara pelayanan termasuk forum
menguasai keterampilan advokasi sosial dalam tiga seting tersebut.
D. Visi,
Misi, Fungsi dan Tujuan
1. Visi Forum PASPPN :
Terciptanya perlindungan dan advokasi sosial untuk
memulihkan hak korban penyalahgunaan NAPZA.
2. Misi Forum PASPPN :
b. Memperjuangkan hak-hak
klien guna memperoleh akses sosial, medis dan hukum, sebagai upaya untuk
memulihkan hak-haknya selaku warga negara.
c. Memberi
perlindungan dan advokasi sosial, agar klien mendapatkan pelayanan yang sama
(non diskriminatif).
d. Memperjuangkan
perlindungan dan advokasi sosial bagi klien dan keluarga dari stigma masyarakat
maupun ancaman kekerasan dari komunitas pengguna atau tertentu.
e. Menjalin hubungan
sinergitas dengan stakeholders penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, baik dalam
tataran regulasi, infrastruktur, maupun anggaran.
f. Melakukan
fungsi control sosial atas berbagai kurang optimalnya penyelenggaraan pelayanan
maupun perlakuan yang diterima klien, keluarga dan masyarakat.
g. Mendorong keberpihakan
para stakeholders untuk memberikan dukungan moril dan materil agar para klien
yang telah pulih dapat memiliki kesempatan dan peluang dalam kegiatan ekonomi,
guna menentukan masa depannya.
h. Memperjuangkan ruang
partisipasi lebih luas bagi klien dan keluarga dalam kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan untuk menghindari pengucilan
4. Fungsi Forum PASPPN :
a. Sebagai
wadah untuk mempersatukan pemikiran dan tindakan para relawan yang peduli guna
melindungi dan melakukan tindakan advokasi sosial bagi korban
penyalahguna NAPZA.
b. Sebagai
wadah untuk mengupayakan dan mengoptimalisasikan pelayanan perlindungan sosial
dan memberi dukungan dan penguatan terhadap kepentingan korban penyalahguna
NAPZA.
c. Sebagai
koordinator dan sinkronisator program kegiatan perlindungan serta
advokasi sosial
d. Sebagai
fasilitator pengembangan kerjasama yang menjamin kelangsungan program
perlindungan dan advokasi sosial.
e. Sebagai
pusat informasi dan konsultasi perlindungan serta advokasi sosial dalam
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
f. Sebagai
kontrol sosial terhadap pelanggaran hak klien, sistem klien, petugas lembaga
pemasyarakatan dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
4. Tujuan
a. Tujuan umum
1) Perlindungan sosial
a) Memberikan
kepastian bahwa pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna
NAPZA menempatkan HAM sebagai acuan pertolongan
b) Memberikan
kepastian bagi terwujudnya pemenuhan kebutuhan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi korban penyalahguna NAPZA
c) Memberikan
kepastian bahwa hak-hak penyalahguna NAPZA dapat diwujudkan secara baik dan
mendukung proses serta tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial
d) Meningkatkan
profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial pada korban penyalahgunaan
NAPZA
e) Mendorong
terciptanya sistem perlindungan sosial korban penyalahgunaan NAPZA secara
nasional
2) Advokasi sosial
a) Memberikan dukungan
untuk memperjuangkan kepentingan atau hak-hak sasaran pelayanan dalam
mewujudkan keadilan sehingga dapat membantu memperlancar terwujudnya pelayanan
secara umum
b) Membantu memberikan
arah kebijakan dan regulasi yang kondusif sehingga mampu memberikan dorongan
bagi penyelesaian masalah sebagaimana tujuan pelayanan
b. Tujuan Khusus
1) Membangun persepsi dan
kesadaran masyarakat tentang perlindungan sosial bagi penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA.
2) Mewujudkan hak-hak
penerima manfaat pelayanan baik secara langsung atau tidak langsung dalam
penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan
NAPZA.
3) Mengupayakan
pembelaan, pendampingan, pemihakan serta mewakili kepentingan sasaran pelayanan
sesuai dengan hak-haknya.
E. Sasaran
1. Perlindungan sosial
a. Korban penyalahgunaan
NAPZA (klien)
b. Sistem klien (keluarga
dan lingkungan sosialnya)
c. Petugas
pelayanan
2. Advokasi sosial
a. Korban penyalahgunaan
NAPZA (klien)
b. Sistem klien (keluarga
dan lingkungan sosialnya)
c. Petugas
pelayanan
d. Lembaga pemerintah dan
non pemerintah.
F. Prinsip
Dasar Perlindungan dan Advokasi Sosial
1. Tidak diskriminatif
2. Pemberdayaan
3. Martabat
4. Partisipatif
5. Kesetaraan
6. Kemandirian
G. Komponen
Perlindungan dan Advokasi Sosial
1. Perlindungan sosial
a. Pemenuhan pelayanan
sosial dasar mulai dari kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan
b. Perlindungan sosial
bagi terwujudnya rasa aman dan nyaman
c. Perlindungan
sosial dari perlakuan salah, diskriminatif dan penerimaan masyarakat.
2. Advokasi sosial
a. Advokasi pada bidang
pemenuhan hak-hak individual
b. Advokasi pada bidang
atau wilayah hukum
c. Advokasi pada
bidang respon masyarakat
H. Program
dan Kegiatan perlindungan Sosial
1. Pencegahan
a. Penyuluhan sosial
melalui berbagai media, seperti media elektronik dan cetak
b. Media tatap muka,
seperti seminar, pelatihan, saresehan, talkshow interaktif, dan kegiatan
pemberantasan NAPZA di institusi pendidikan.
2. Rehabilitasi
a. Pemberian teori
konseling pada petugas
b. Sistem rumah singgah (drop
in center)
Layanan meliputi bimbingan dan konseling, pendampingan dan
pembelaan bagi yang sedang mengalami kasus hukum, dukungan dari masyarakat,
penyediaan tempat pertemuan program aftercare bagi dukungan keluarga dan
pelayanan informasi bagi masyarakat pada umumnya.
c. Program
pendampingan
1) Merancang
perbaikan hidup masyarakat sesuai dengan kepentingannya
2) Mobilisasi
sumber-sumber yang diperlukan
3) Menciptakan
akses bagi pemenuhan kebutuhan
4) Menjalin
kerja sama dengan berbagai pihak yang peduli terhadap NAPZA
d. Program jaminan sosial
yang diarahkan pada kegiatan aksi sosial
1) Pembentukan
gugus tugas atau kader di kalangan generasi muda mulai dari tingkat Pusat,
Provinsi, sampai tingkat Kabupaten/Kota
2) Memfasilitasi
dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk mengimplementasikan semua
hak dasar, meliputi:
a) Hak sipil: identitas,
pengusiran, pengusikan nama baik melalui stigma dan persangkaan
b) Hak politik: kebebasan
untuk berkelompok dan berorganisasi
c) Hak ekonomi: pekerjaan
dan dunia kerja
d) Hak sosial: pelayanan
kesehatan, pendidikan dan fasilitas umum/tempat tinggal/lingkungan sosial
e) Hak budaya: perlakuan
diskriminasi, stigma dan anggapan interpretasi
I. Program
dan Kegiatan Advokasi Sosial
1. Penyadaran Hukum,
yaitu memberikan penyadaran kepada masyarakat agar memahami aspek hukum NAPZA
dan implikasinya terhadap kehidupan. Kegiatannya meliputi:
a. Pemberian fakta atau
informasi dan masyarakat mengenai isu permasalahan NAPZA dari aspek hukum
maupun aspek lainnya.
b. Melakukan
perubahan-perubahan dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik tentang
penanggulangan NAPZA
c. Memperjuangkan
hak dan kewajiban masyarakat baik sebagai stakeholder primer maupun stakeholder
sekunder
2. Promosi, yaitu
mempromosikan program penangulangan NAPZA secara sinergis, terpadu dan
terkoordinir dengan melihat seluruh segmen masyarakat. Kegiatannya meliputi:
a. Pembentukan gerakan
anti narkoba dengan pihak-pihak terkait dalam mempromosikan dan penyebarluasan
program penanggulangan NAPZA melalui pendekatan basis masyarakat
b. Publikasi hak-hak
kodrati manusia sebagai warga masyarakat
c. Menjalin
networking dengan seluruh jajaran pemerintahan (legislatif, yudikatif dan
eksekutif) sebagai kesadaran penguatan hukum kepada masyarakat akan hak-hak
dasarnya.
3. Sosialisasi, yaitu
pelibatan media komunikasi sebagai gerakan bersama mulai dari Tingkat Pusat,
Tingkat Provinsi, Tingkat Kabupaten/Kota sampai Tingkat Kecamatan, dengan
menggunakan media hotline services
4. Pemberdayaan, yaitu
program yang memungkinkan munculnya potensi untuk berkembang dengan mendorong,
memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensinya menuju kondisi yang
lebih baik pada masyarakat. Kogiatannya meliputi:
a. Pemungkinan (enabler),
yaitu menciptakan kondisi yang kondusif bagi masyarakat yang bersih dari NAPZA,
sehingga dapat memperjuangkan hak-haknya untuk peningkatan kehidupannya.
b. Penguatan, yaitu
memperkuat pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan isu
permasalahan NAPZA baik dari segi medis, psikologi, sosial, ekonomi, hukum dan
politik
c. Perlindungan,
yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah atau rentan
terhadap NAPZA
d. Penyokongan, yaitu
melalui pemberian dukungan dan bimbingan pada masyarakat dalam melaksanakan
peran dan tugas kehidupannya.
J. Orientasi
1. Perlindungan sosial
Bentuk kegiatannya diorientasikan berupa:
a. Penyediaan dan
pengembangan sarana dan prasarana pelayanan dan rehabilitasi, pengembangan dan
tindak lanjut
b. Pengembangan dan
aplikasi metode dan teknik pelayanan dan rehabilitasi sosial
c. Penyediaan
fasilitas layanan gratis bagi korban yang berasal dari keluarga tidak mampu
d. Pelibatan sistem klien
dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial, pengembangan dan pembinaan lanjut
e. Aplikasi nilai-nilai
dan prinsip-prinsip pelayanan dan rehabilitasi sosial
f. Berbagai
bentuk jaminan keselamatan kerja dan jaminan pemeliharaan pendapatan bagi
petugas
g. Berbagai bentuk
jaminan keselamatan bagi klien dan sistem klien. Khusus untuk petugas
dibutuhkan jaminan keselamatan kerja dan tunjangan perbaikan penghasilan
2. Advokasi Sosial
Orientasi kegiatan advokasi sosial adalah:
a. Advokasi sosial bagi klien
untuk meyakinkan bahwa pelayanan atau sumber-sumber yang ditujukan untuk klien
benar-benar diterima sepenuhnya
b. Advokasi kelas
dilakukan untuk melakukan pembelaan bagi kelompok klien dari populasi yang
memiliki masalah atau kepentingan umum
K. Arah
Kegiatan
Mengacu pada pemahaman, tujuan, identifikasi sasaran serta
unsur-unsur yang terkandung dalam perlindungan dan advokasi sosial dalam
kerangka pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA,
maka perlindungan dan advokasi sosial diarahkan pada:
1. Perlindungan Sosial
a. Korban/klien
1) Perlindungan terhadap
pengaruh anggota pecandu
2) Perlindungan terhadap
pemenuhan makan sehari-hari
3) Perlindungan terhadap
pemenuhan pakaian
4) Perlindungan terhadap
pelayanan pendidikan
5) Perlindungan terhadap
akses pelayanan kesehatan
6) Perlindungan terhadap
kesempatan untuk bermain dan bermasyarakat
7) Perlindungan terhadap
kesempatan bekerja dan melangsungkan kehidupan
8) Perlindungan terhadap
proses hukum
9) Perlindungan terhadap
perlakuan salah, tindak kekerasan dan diskriminasi
10) Perlindungan terhadap ancaman kekerasan dari
pihak luar
11) Perlindungan terhadap kesewenang-wenangan
petugas pelayanan
12) Perlindungan atas pengucilan lingkungan
b. Keluarga korban
1) Perlindungan terhadap
ancaman, pemerasan dan kekerasan dari kelompok pecandu dan pengedar serta
kelompok lainnya
2) Perlindungan terhadap
pengucilan dari keluarga lain dalam kehidupan masyarakat
3) Perlindungan terhadap
kerahasiaan informasi
4) Perlindungan untuk
mendapatkan akses informasi
5) Perlindungan untuk
mendapatkan keringanan biaya pelayanan bagi keluarga korban tidak mampu
c. Petugas
pelayanan
1) Perlindungan dari
perlawanan korban/klien
2) Perlindungan dari
ancaman, pemerasan dan tindak kekerasan dari pengedar atau kelompok lain
3) Perlindungan dari
kesewenangan masyarakat
4) Perlindungan dari
tindakan kesewenangan aparat penegak hukum
5) Perlindungan untuk
mendapatkan surat tugas, dan identitas khusus dari lembaga pelayanan atau
instansi berwenang
6) Perlindungan untuk
mendapatkan pendapatan dan penghargaan yang memadai
d. Masyarakat/komunitas
1) Perlindungan untuk
mendapatkan informasi tentang penyalahgunaan NAPZA
2) Perlindungan dari
segala bentuk ancaman oleh pihak luar yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA
3) Perlindungan untuk
mendapatkan keamanan dan hukum, khususnya pada masyarakat yang kebetulan
menjadi saksi pelapor
4) Perlindungan bagi
masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA di
lingkungannya
2. Advokasi Sosial
a. Korban/klien
1) Pendampingan sosial
dalam proses rehabilitasi
2) Pendampingan sosial
selama korban mengikuti proses persidangan
3) Pendampingan sosial
bagi korban yang menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan
4) Pendampingan sosial
dalam lingkungan keluarga, sekolah, kerja dan masyarakat
5) Pendampingan sosial
dalam mewujudkan hak-hak
6) Advokasi untuk
mendapatkan pelayanan yang berkualitas
7) Advokasi bagi perumusan/perubahan
kebijakan yang mendukung pemulihan/rehabilitasi bagi korban
b. Keluarga korban
1) Pendampingan sosial
bagi keluarga yang mendapatkan masalah terkait dengan korban penyalahgunaan
NAPZA
2) Pendampingan sosial
bagi keluarga selama mengikuti proses persidangan
3) Pendampingan bagi
keluarga yang mendapatkan penerimaan kurang baik di lingkungannya
4) Pendampingan sosial
bagi keluarga korban dalam proses rehabilitasi anak/anggota keluarganya
5) Melaksanaan pembelaan
hak keluarga untuk mendapatkan pelayanan dan informasi dalam proses
rehabilitasi anak/anggota keluarga
6) Advokasi bagi
perumusan/perubahan kebijakan yang mendukung keluarga dalam
pemulihan/rehabilitasi korban
c. Petugas
Pelayanan
1) Memberikan
pendampingan dan pembelaan bagi petugas yang sedang mengalami masalah yang
terkait dengan tugasnya
2) Memberikan kemudahan
atau akses terhadap sumber-sumber pelayanan
3) Memberikan kemudahan
atau akses terhadap sumber-sumber pelayanan
4) Memberikan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam memberikan perlindungan
dan advokasi sosial
5) Advokasi bagi
perumusan/perubahan kebijakan yang mendukung pelaksanaan tugas
d. Masyarakat/komunitas
1) Memberikan
pendampingan kepada masyarakat memiliki masalah yang terkait dengan
penyalahgunaan NAPZA
2) Memberikan
pendampingan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan informasi tentang
penyalahgunaan NAPZA
3) Memberikan
pendampingan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan kemudahan pada
sumber-sumber pelayanan yang dapat dimanfaatkan
4) Memberikan
pendampingan sosial kepada masyarakat dalam sidang pengadilan yang kebetulan
menjadi saksi pelapor kasus penyalahgunaan NAPZA
5) Advokasi bagi
perumusan/perubahan kebijakan yang melindungi masyarakat dari masalah
penyalahgunaan NAPZA
L. Program
Ujicoba Forum Perlindungan dan Advokasi Sosial Penanggulangan Penyalahgunaan
NAPZA (FPASPPN)
Salah satu program yang sedang diujicobakan di Direktorat
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di Subdit.
Kelembagaan, Perlindungan dan Advokasi Sosial Kementerian Sosial RI adalah
Program Ujicoba Forum Perlindungan dan Advokasi Sosial Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA (FPASPPN). Program forum ini diujicobakan pertama kali di
Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kota Bandung yang pelaksanaannya dimulai pada
tahun 2008. Kemudian pada tahun anggaran tahun 2009 dilaksanakan lagi kegiatan
lanjutan ujicoba forum PASPPN. Sedangkan di Jawa Timur dibentuk Juli 2010.
Adapun tujuan kegiatan program uji coba FPASPPN adalah:
1. Sebagai wadah
partisipasi masyarakat dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA
2. Mengkampayekan
pentingnya perlindungan dan advokasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA.
3. Untuk menjamin
keberlangsungan hidup korban penyalahguna NAPZA dan memperkecil kemungkinan
semakin meluasnya dampak masalah.
4. Sebagai wadah
aksesibilitas bagi para korban penyalahguna NAPZA dalam perlindungan terhadap
tindak kekerasan, diskriminasi dan pemenuhan hak lainnya.
Keanggotaan FPASPPN terdiri dari stakeholders:
1. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM)
2. Komisi Penanggulangan
AIDS Provinsi
3. Rumah Sakit Jiwa
4. Dinas Sosial Provinsi
5. Dinas Sosial Kota
6. UPT Rehsos ANKN
7. Majelis Ulama
Indonesia Kota
8. Perguruan Tinggi
9. Tokoh Agama
10. Pekerja Sosial
11. Badan Narkotika Provinsi
12. Polda
13. Tokoh Masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar